Sabtu, 06 Oktober 2012

Islam, Terorisme dan Indonesia

Kita mulai bahas Islam, Terorisme dan Indonesia. Kita mulai sekilas dari akar masalah dan sejarah terorisme.  Islam dan negara atau agama vs negara, pertama kali muncul di Indonesia saat perdebatan 7 kata dalam Piagam Jakarta. Penolakan kelompok kristen, nasionalis dan sebagian rakyat Indonesia Timur terhadap "dan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya". Kalimat tersebut awalnya tercantum dalam Pancasila yang hendak disahkan sebagai falsafah dan ideologi Indonesia sebagai negara yang baru lahir. Perdebatan tersebut berakhir ketika Hatta cs sebagai tokoh Islam bersedia mengalah hapuskan kalimat tersebut demi keutuhan negara Indonesia. Fase berikutnya adalah saat penyusunan konstitusi oleh Dewab konstituante. Perdebatan yang panjang tidak mampu akomodir para pihak. Kebuntuan tersebut berakhir ketika Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kembali ke UUD 45 sebagai konstitusi negara.

Fase awal kemerdekaan sampai orde lama berakhir, tidak ada stigma "teroris" yang ditujukan kepada umat atau kelompok Islam di Indonesia. Ketidakpuasan kelompok-kelompok Islam tertentu yang kemudian melahirkan pemberontakan, seperti DI/TII hanya dianggap sebagai gerakan separatisme. Perlakuan negara/pemerintah yang represif terhadap umat Islam, baru dimulai sejak masa orde baru oleh regim Suharto. 

Suharto dan regim orbanya ingin memisahkan kehidupan beragama dan bernegara melalui manajemen konflik yang dijalankannya. Suharto ingin mengamankan kekuasaannya dan menghilangkan semua ancaman terhadap kekuasaannya. Musuh utama Suharto: Islam dan Komunis. Komunis dapat dibasmi secara tuntas oleh Suharto karena adanya tuduhan pengkhianatan PKI yang kontroversial hingga saat ini. 

Islam tidak bisa "dibasmi" Suharto karena merupakan identitas agama (bukan ideologi) yang melekat pada sebagian besar rakyat Indonesia. Suharto sendiri pada awalnya bukanlah pemeluk Islam, dia kejawen dan istrinya Tien Suharto beragama katolik. Suharto dan keluarganya kemudian mengadaptasi strategi raja-raja mataram yang "masuk Islam" untuk ikuti agama mayoritas rakyatnya. Proses mualaf-nya Tien Suharto kemudian disusul oleh Suharto adalah jasa besar Prabowo Subianto, sang menantu yang duluan masuk Islam. Sebelum beralih ke Islam, Suharto sangat represif terhadap kelompok Islam fundamental, kritis dan garis keras. Semua dilindas habis. Berbagai peristiwa konflik Islam vs Negara diselesaikan secara militer dan represif, terutama sejak diterapkannya azas tunggal. Militer, intel laksus, kopkamtib, bakortanas dll ada di-mana2, awasi umat Islam yang kritis sampai ke masjid-masjid dan menyusup ke berbagai ormas Islam. Namun, semua operasi penumpasan Islam garis keras itu tetap tidak menggunakan label "teroris atau terorisme". 

Setelah Suharto dan keluarga masuk Islam, dimulailah era bulan madu Islam dan Negara. ICMI lahir dan umat Islam yang awalnya paria naik kelas. Bulan madu Islam dan Negara berakhir ketika reformasi tiba. Kejatuhan Suharto, salah satu faktornya utamanya adalah kemesraannya dengan Islam. Banyak teori yang melatarbelakangi peristiwa reformasi itu. Faktor krismon 97-98 hanyalah trigger bagi "barat" untuk jatuhkan Suharto. Kekhawatiran "barat" terhadap hubungan mesra Suharto dan Islam merupakan wujud dari pergeseran identitas musuh utama "barat" setelah komunis jatuh. Banyak pengamat politik dunia yang sudah prediksi bahwa setelah komunis soviet jatuh, maka perang negara-negara barat akan bergeser ke Islam. RI adalah negara berpenduduk Islam terbesar di dunia. Penguatan nilai-nilai Islam apalagi sampai ke arah ekstrim akan jadi "ancaman" dunia. Bukan hanya "barat" yang khawatir dengan penguatan Islam di RI, tetapi juga Asean dan Australia. Kekhawatiran Barat dan Asean ini semakin memuncak ketika terjadi peristiwa WTC dan Bom Bali. Dimulailah labeling "Terorisme Islam".


Perjuangan masyarakat Islam dunia untuk bebaskan zionisme Israel yang kemudian berpuncak pada "terorisme" Al Qaedah-nya Osama dan aksi2 pemboman di berbagai tempat di Indonesia utamanya Bali, melegitimasi labeling teroris pada sebagian kelompok Islam. Sebelum periode tsb terdapat juga "pemboman" yang dilakukan oleh sayap GAM (gerakan aceh merdeka) di Jakarta, Medan atau Bandung tapi, peristiwa2 kekerasan itu belum diberikan stigma "terorisme". Bom Bali adalah pemicunya. Meski sebenarnya banyak "gugatan" atas latar belakang, mastermind, pelaku dan tujuan yang sesungguhnya dari aksi bom bali tsb. Komunitas intelejen punya banyak teori tentang ini.

Ada teori bahwa pelaku2 teror dan pemboman di berbagai tempat di RI itu adalah pihak asing, utamanya intelejen Singapore & Israel. Ada juga teori bahwa pelaku & mastermindnya adalah sempalan2 TNI yang tidak rela & ikhlas karena kewenangannya dipangkas habis pada era reformasi. Juga ada dugaan bahwa kelompok2 tertentu ORBA yang lakukan ini untuk kacaukan keamanan & stabilias negara demi raih kembali kekuasaanya. Ketiga teori besar tsb punya bukti2 pendukung yang kuat untuk buktikan tuduhannya. Namun, semuanya punya tujuan yang sama: menyudutkan Islam.

Maka dimulailah Era Perang Terhadap Terorisme (Islam) di Indonesia. RI jadi salah satu medan perang terorisme Global. Negara Barat dan USA termasuk Australia yang menjadi 'korban terorisme (Islam)' sepakat dalam hal sikap & strategi dalam perangi terorisme. Salah satu kesepakatan utama negara2 tsb adalah "memindahkan medan perang terhadap teroris ke negara2 asal teroris itu sendiri"

Negara2 "Islam" dibantu uang, teknologi, informasi intelejen, persenjataan, pelatihan dst dst agar mau bersedia menumpas teroris di negaranya masing2. Negara2 "Islam" tsb dibujuk, didorong, ditekan, dipaksa untuk basmi 'teroris' dan cikal bakal 'teroris'. Penerapan strategi Barat tsb efektif. Gayung juga bersambut. Sebagian negara2 'Islam' tsb termasuk RI butuh bantuan Barat tadi. Disamping uang, info intelejen, persenjataan, hibah & pinjaman dalam berbagai bentuk, dsj, negara2 barat juga bantu pembentukan opini.

Kesatuan sikap Barat terhadap musuh utama dunia yaitu terorisme (Islam) ini juga tidak lepas dari lobi Israel terhadap politisi AS. Lobi Israel (yahudi) adalah infrastruktur politik terkuat dan terbesar di AS. Sangat berpengaruh di Kongres, Senat, DPR, & pemerintahan. Di Gedung Putih, Kongres, senat dan DPR USA terdapat sedikitnya 7000 pelobi (lobbyist) yahudi. Siapa pun presiden AS tergantung pada mereka. Setiap presiden AS pasti membutuhkan lobbyist yahudi ini. Mereka disokong dana kampanye oleh ribuan industrialis / konglo yahudi dunia. Tujuan komunitas global yahudi ini yang utama adalah: menjamin eksistensi negara Israel & menjamin keselamatan jiwa & bisnis yahudi.

Kembali ke 'terorisme Islam' di Indonesia. Bantuan pembentukan opini oleh Barat & KG Yahudi ini dilakukan melalui antek2nya di RI. Milenium ketiga, abad 21 ini adalah era informasi. Siapa yang kuasai informasi dialah yangg memegang kekuasaan. Opini adalah senjata ampuh. Maka dimulailah serbuan informasi global melalui kaki tangan KG (konspirasi global)  di di indonesia dalam rangka membentuk opini yang diinginkan. Tanpa disadari mayoritas media massa, LSM, aktivis2, tokoh2 dst menjadi corong KG dalam membentuk opini ini. Islam pun makin tersudutkan.

Jargon2 anti SARA, HAM, pembauran, antiterorisme, antifundamental, islam garis keras, kelompok militan dst semakin populer. Kelompok mayoritas islam dan bangsa Indonesia makin dikendalikan oleh opini2 yang dibangun oleh Barat ini. Contoh nyata?

Perhatikan pers, tokoh2, LSM, aktivis2 HAM dst, TIDAK ADA SATU PUN yg berteriak dan pertanyakan jika ada terduga teroris ditembak mati! Tidak ada SATU PUN kelompok baik supra ataupun infrastruktur politik di RI yang pernah mau skeptis terhadap pembunuhan pada 'terduga teroris'! Bagaimana sikap pemerintah? Isu terorisme & pemberantasan 'teroris' menjadi lahan pencitraan ke dunia internasional & sumber uang besar!

Opini yang sudah terbentuk, tertanam & mulai mengakar dalam benak rakyat RI tentang 'terorisme', mempermudah semua aksi2 yang belum tentu benar itu. Opini yang dibentuk ini semuanya ditujukan untuk legitimasi stigma gerakan sekolompok umat islam itu sebagai gerakan terorisme. Opini yang dibentuk dan ditanamkan ini ditujukan untuk "menggeser" indentitas islam RI menjadi Islam moderat, pragmatis dan sekuler.

Maka terjadilah tirani opini pada mayoritas umat Islam di RI. Terjadilah pembiaran2 terhadap aksi2 penzaliman terhadap Islam dengan labeling teroris. Sebagian besar para pelaku teroris itu tidak pernah diadili. Ditembak mati ditempat. Sebagian yang ditangkap lalu muncul di media2 dalam konpres2. Pelaku2 yang ditangkap ini sebagian diduga aktor yg ditanam dalam kelompok2 tertentu berpidato. Mengaku: I am moslem and a terrorist! Pengakuan itulah yg lalu kita amini & percayai begitu saja tanpa setitik skeptisme & kritisme. Kita tonton, kita percaya, kita lupakan ... Kultwitnya sudah kepanjangan. Dilanjutkan pada kesemptan berikutnya. Semoga bermanfaat. Mari kita teriakan: I am moslem but not a terrorist !!!


by tm2k




Tidak ada komentar:

Posting Komentar