Jumat, 15 Juni 2012

Mahkamah Agung & Hancurnya Peradilan di Indonesia

by @triomacan2000

MA adalah lembaga tinggi negara pemegang supremasi hukum tertinggi di negara ini. Posisi, tugas & tanggungjawabnya ditetapkan oleh UUD. Sebagai lembaga pemegang supremasi hukum tertinggi, MA bersifat otonom dan tak dapat diintervensi oleh siapa pun termasuk oleh presiden. Posisi MA yang kuat ini berbeda saat jaman orba dimana MA secara teori saja independen, tapi kenyataannya dibawah kendali & jadi boneka Suharto. Zaman Suharto karir, nasib dan masa depan hakim2 termasuk hakim2 MA ditentukan oleh dept kehakiman dan Suharto. Hakim tak loyal, dibuang. Ketika reformasi, fungsi dan pembinaan terhadap hakim dikembalikan ke posisi ideal yaitu ditangan MA. seharusnya hakim2 dapat lebih profesional.  Profesionalitas hakim2 itu mencakup : kecerdasan, kejujuran, kebersihan, integritas & loyalitas. Hakim itu adalah wakil Tuhan di bumi.

Namun apa lacur..ternyata hakim2 kita mulai dari hakim pengadilan negeri, pengadilan tinggi sampai hakim agung mayoritas bermasalah. Bahkan hakim tipikor yg dibentuk secara khusus pun masih ditemukan hakim2 brengsek yg doyan suap dan KKN. Itu juga tak terlepas andil MA. Seorang hakim TIPIKOR beberapa waktu yg lalu "sukses" bebaskan walikota Bekasi yg didakwa korupsi. Ternyata hakim itu pernah jadi terdakwa juga. Hakim Tipikor itu ternyata mantan koruptor ketika jadi hakim di PN Pekanbaru dan entah apa sebabnya bisa lolos jadi hakim TIPIKOR. Padahal hakim2 TIPIKOR itu merupakan tumpuan & harapan terakhir dari rakyat untuk mendapatkan keadilan & dalam pemberantasan korupsi. Komisi Yudisial yg bertugas mengawasi hakim2 korup sudah banyak membongkar & laporkan hakim2 korup. Sebagian kecil ditangkap, sedangkan sebagian besar lainnya masih bebas dan tak mendapatkan sanksi apapun dari MA yg sudah terima laporan KY. 

Ketua Muda Pengawasan MA yaitu M. Hatta Ali yg entah kenapa bisa terpilih sebagai ketua MA tadi pagi. Padahal sedemikian banyak penyimpangan hakim di PN, PT dan MA. Rumors mengenai suap 50 milyar yg disebut2 melatarbelakangi pemilihan ketua MA dibantah habis2an oleh M. Hatta ALi. publik tak percaya.  MA RI sampai saat ini masih sering mengeluarkan keputusan2 yg kontroversial terutama terkait dengan kasus korupsi. Meski kasus lain juga ada. Masih juga segar diingatan kita ketika muncul berita yg menggegerkan tentang suap puluhan milyar kepada hakim agung TUN MA yg disebut2 melibatkan Amir Syamsudin, mantan sekjen demokrat yg kini menjabat Mentri Hukum dan HAM. Amir Syamsuddin membantah keterlibatnnya. Satgas Mahfum pun pernah minta klarifikasi tentang kasus suap Hakim Agung TUN MA & Amir Syamsuddin itu ke KPK. Tapi sampai sekarang masih tak jelas.

Bisa kita bayangkan betapa hancur dan bobroknya negara kita ini jika pejabat tertinggi di bidang hukum seperti hakim agung & menhukham terlibat suap dan korupsi serta jual beli hukum dan keadilan tanpa ada tindakan apapun kepada mereka2 yg terlibat. Tuhan pun murka ! Belum lagi bobroknya kepolisian, kejaksaan, mahkamah konstitusi dan seterusnya yg melengkapi penderitaan dan kehancuran bangsa ini. Harapan yg tersisa hanya pada Presiden yg merupakan pemegangan kekuasaan pemerintahan tertinggi. Namun, sayang Presiden kita lemah. Presiden kita terkenal lamban, peragu & tersandera oleh kasus2 korupsi kader2 partai & kerabat2 terdekatnya sehingga tak dapat diharapkan. Memang masih ada segelintir hakim yg dikenal bersih seperti Albertina Ho atau Artidjo yg bikin kriminal2 khussnya koruptor menggigil. Tapi hakim2 berintegritas itu langka. Seperti cari jarum ditumpukan jerami. Lebih banyak yg kotor dan mau jual jiwanya kepada penyuap. Penyuapan terahadap hakim bukanlah suatu hal yg sulit dan luar biasa. Laywer2 top terkenal umumnya punya hubungan khusus dgn hakim2 MA.

Penyuapan terhadap hakim agar kasus dimenangkan atau terdakwa dibebaskan atau vonis minimal dapat juga dilakukan via panitera di pengadilan. Artinya banyak jalan menuju roma jika terkait dengan suap menyuap dan jual beli perkara. Lawyer2 tertentu bahkan punya 'hakim binaan". Hakim binaan ini adalah hakim2 yg rutin dapat gaji tambahan, selalu terima suap, dapat bantuan karir dan penempatan tugas dari lawyer. Juga kadang2 hakim2 itu terima "bonus" dari lawyer2 hitam seperti rumah& mobil mewah, liburan ke LN, biaya sekolah anak di LN dll. Bantuan karir & penempatan tugas di lokasi PN & PT juga diberikan oleh laywer2 hitam ini yg juga pnya relasi kuat dengan petinggi2 di MA. Lawyer2 hitam ini juga diduga berperan sebagai tim sukses jika ada seleksi calon hakim agung di MA. Mereka diduga punya piaran dari bawah ke atas.

Bobroknya para hakim ini sudah sering dilaporkan oleh KY ketika Busyro jadi ketua KY. Namun dicuekin MA, malah KY dimusuhi oleh MA. Pesta pora hakim bejat mulai berkurang "sedikit" ketika Busyro jadi Ketua KPK & tangkapi para hakim2 busuk/korup yg sudah lama diintai. Meski begitu penegakan hukum melalui penetapan vonis maksimal dari hakim2 tetap tidak pernah terwujud. Hukum maks/ mati terbatas pada terdakwa narkoba saja. Sedangkan untuk kasus2 lain apalagi korupsi, hakim2 tetap obral jualan vonis rendah yg bikin rakyat mual. Artidjo misalnya, tak pernah berikan vonis bebas untuk kriminal berat atau koruptor yg kasasi. Bahkan sering beri vonis yg lebih berat. Contohnya kasus akbar, gayus atau haposan. Artidjo putuskan bersalah (dissenting opinion AT) dan perberat hukuman gayus/ haposan. Itu sebab lawyer hitam & koruptor akan berusaha semaksimal mungkin agar kasus2 mereka jangan sampai ditangani oleh hakim seperti artidjo cs.

Caranya adalah dengan mengatur dan menyuap petinggi MA yg berwenang mendistribusikan kasus kasasi & menetapkan susunan majelis hakimnya. Untuk mengatur susunan majelis hakim kasasi ini juga tarifnya ratusan juta hingga milyaran rupiah tergantung jenis kasus yg ditangani. Selain itu "komoditi" yg diperdagangkan di MA adalah waktu penetapan putusan kasasi. Makin cepat tentu harganya makin mahal. Oknum petinggi MA, setjen, panitera2, staf2 berperan penting dalam atur mengatur perkara kasasi/PK di MA. Merekalah operator2nya. Selama di bawah kepemimpinan Harifin Tumpa, MA makin terpuruk, bobrok, demoralitas dan deintegritas. Tak ada reformasi sedikitpun. Selama ini MA juga dikenal terlalu lembek memberikan vonis2 kasasi yg terkait suap oleh aparat hukum: hakim, jaksa dan polisi. Apalagi terhadap hakim2 korup, MA tak pernah beri vonis maksimal bahkan malah dilindungi dengan sanksi bersifat adminsitrasi saja

Akibatnya, MA yg seharusnya jadi penjaga hukum di Indonesia telah berobah menjadi pembela kriminal dan bahkan pelaku kriminal. Miris !

4 pilar hukum indonesia : hakim, jaksa, polisi dan pengacara, semuanya korup. Masih ada harapan jika KPK berani tangkap mereka semua aparat2 hukum yg korup itu & berikan tuntutan maksimal serta mengawal dijatuhkannya hukuman maks atau mati kepada aparat korup. Tapi harapan itu tentu saja, sekali lagi, tidak dapat kita sandar pada SBY. Hanya kepada Presiden RI yang akan datang yg mudah2an bukan penipu rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar